Monday, October 14, 2013

Mencintai Kekasih Orang


Jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam. Sedari tadi aku masih membolak-balikkan lembar demi lembar catatan hujan. Aku mencoba mengurai makna dari setiap kalimat tersebut, yang aku temukan hanyalah deskripsi tentang kamu. Entah mengapa catatan itu seakan merekap jejak hidupku.
***

Aku pernah mencintai kekasih orang. Mencintai yang bukan menjadi hakku.

Bekas tragedi lebam kebiruan semalam masih merumat didadaku. Membuahkan perasaan tak nyaman menghantuiku. Kebingungan merajalela, aku tak tahu harus menyatakan dengan spontan atau malah menyimpannya dalam-dalam. 

@indikann
Kalau aku menyatakan, aku harus siap menerima resiko di hari kemudian. Semisal disebut wanita tak bermoral bahkaan bisa saja aku disebut perebut kekasih orang. Padahal aku tak tahu apakah ada perasaan sama yang tersimpan di dalam lubuk hatinya. Aku terlalu optimis bakal disebut perusak. Bisa jadi mereka memaklumi perasaanku, jika mereka mengerti bahwa jatuh cinta itu kebebasan... Jika tidak, aku menjadi acuh meresapi pikiran tanpa pertimbangan.

Seandainya hatiku seluas samudera, aku akan berusaha mecintai diam-diam. Jangan sampai ada yang tahu, kecuali Tuhan. Sepertinya ini hanya mimpi, nyatanya aku seperti manusia kebanyakan. Bisa disebut juga manusia aneh. Sebab aku tak memiliki kesabaran lebih untuk melihatnya bersanding bahagia dengan abdi Tuhan yang lain.

Sesekali aku merintih sambil menengadahkan tangan meminta keringanan. Ketahuilah Tuhan, aku benci dibuat seperti ini. Bukannya aku tak mensyukuri pemberianmu atau bagaimana. Tapi... aku sudah berkali-kalai jatuh pada lubang yang sama. Pernah aku mencoba menghindar tetapi sama saja. Aku tak tahan. 

Jatuh cinta itu kebebasan. Etika jangan lupa dipraktekkan. 

Sukmaku berteriak memanggil namamu. Memanggil yang seharusnya tak pernah kupanggil. Penyesalan tak menampakkan kesalahan, menandakan bahwa aku tak menyesal bisa mencintaimu. Walapaun aku tak bisa mencintaimu secara gamblang. Karena aku harus menjaga perasaan orang. 

Kembali pada takdir manusia diciptakan; mencintai dan dicintai. Tuhan memberiku kebebasan untuk mencintai seseorang sepanjang hidupku. Termasuk kamu yang semestinya tak pernah kukenal. Pencipta Alam tak melarangku untuk menyatakan juga mencintai dalam bisu. Tapi satu, aku juga perlu (wajib) menjaga tingkah lakuku di depanmu. Jangan sampai perilakuku merubah pola pikirmu. Lalu, kau menganggapku sebagai manusia terhina sepanjang masa.

Aku tak perlu bersusah payah membuat berita dusta. Aku tak butuh itu, sebab aku masih ber-etika seperti layaknya manusia yang lainnya. Aku tak ingin termakan kata-kataku sendiri, sehingga aku terperosok ke dalam permainan hampa ini. 

Biarlah waktu yang menjawab semuanya. Aku membiarkan rasa itu tumbuh sambil menjalankan aktivitasku seperti hari-hari sebelumnya; bermain bersama riuhnya gemuruh lalu berlari di bawah teduhnya nyanyian hujan. Dan kamu sudah sepantasnya berbahagia dengan dia. Aku tak akan mengusik ketentraman kalian.


Salam sejawat,
Nindya, Indika

141013 ~ Mencintaimu dalam diam bukan pilihanku. Aku juga tak ingin menyatakannya. Maka, aku biarkan rasa ini berjalan sebagaimana mestinya. Entah sampai kapan...