Sunday, February 12, 2017

Saat Sepi Menghampiri


Untuk seseorang yang merasa kesepian, kamu atau siapapun itu :)


Suatu hari di sebuah warung makan depan sekolah sembari menunggu teman lelakiku sholat jumat.

"Ndik, mau nanya"
"Boleh. Tanya apa?"
"Kamu pernah merasa sepi nggak?"
"Ummm... semua orang pernah ngerasain sepi kali"
"Kamu ada cowok nggak?"
"Banyaklah temen cowok, tapi kalau pacar enggak"
"Terus kalau kamu kesepian gimana?"

Kalau aku kesepian, 

Mungkin orang kira aku akan menangis di pojokan ruang, bertingkah aneh seperti orang fakir perhatian, mencoba melarikan diri dari sesuatu kalau itu benar-benar membuat depresi, atau apalah hal-hal yang biasa dilakukan orang (yang sedang) kesepian.

Ketika aku sendirian, banyak pertanyaan tentang kehidupan bermunculan. Lalu aku menjawabnya sendiri dengan nalar yang kumiliki. Termasuk soal sepi. Aku pernah bertanya pada cermin, apakah aku kesepian? dan pantulan cermin itu tadi tersenyum. Aku tahu jawabannya, aku bisa saja merasa sepi tapi aku tidak pernah hidup sendirian maka aku tidak kesepian. Sederhana bukan?

Aku tersenyum menyikapi tingkah konyolku ketika merasa sendiri padahal di sekelilingku banyak orang yang peduli. Mereka akan dengan senang hati membagi kebahagiaan yang mereka miliki untuk melengkapi sejengkal kekosongan dalam diri ini, bahkan tanpa perlu diminta sekalipun. Teman yang baik selalu tahu cara terbaik menjadi seorang karib.

Bersyukur masih diberi hidup oleh Tuhan, masih bisa menghirup oksigen dengan gratis tanpa perlu dipungut biaya sepeserpun, masih bisa melihat orang di sekitarku tertawa lepas tanpa beban, masih diberi kekuatan untuk dapat bertahan di tengah guncangan, masih diberi keikhlasan untuk memaafkan, masih diberi ingatan tentang sebuah kenangan, masih bisa memahami orang dari banyak sisi dan tentunya masih bisa mendengarkan pertanyaan-pertanyaan hebat kalian, hehe. I am blessed! 

Sebab bagiku rasa syukur  akan terus mengalir terlebih ketika melihat orang-orang di sekelilingku. Entah karena semangat mereka, kekonyolannya, tutur bahasanya atau apapun itu. Meskipun tidak aku pungkiri beberapa kali aku bertanya pada Tuhan, "Kenapa aku dipertemukan dengan mereka?" Mungkin aku butuh alasan dari sebuah pertemuan yang nanti pasti akan terjawab.  

Tentang stigma mayoritas yang mengklaim bahwa orang-orang yang duduk di sebuah kafe sendirian pasti kesepian, orang yang pergi ke bioskop membeli satu tiket untuk dirinya sendiri pasti hidupnya sunyi, orang yang berjalan sendirian di suatu tempat keramaian pasti hatinya sedang sepi dan masih banyak lagi hal-hal yang menurut mayoritas tabu. Kupikir perlu adanya perubahan cara pandang sebab tidak melulu orang melakukan hal itu karena mereka sepi, tidak punya kawan, sendiri.

Aku menghargai siapapun itu yang berprasangka bahwa orang seperti itu adalah orang yang kesepian. Terima kasih sudah mau memikirkan sesamamu sebagai makhluk sosial. Tapi alangkah lebih baik jika tidak langsung memvonis orang-orang seperti itu sebagai minoritas yang hidupnya jauh dari kebahagiaan. 

Bukankah kita semua dilahirkan untuk memelihara kehidupan? Maka, sudah sepantasnya kita sama-sama berbagi kebahagiaan satu sama lain. Tidak lagi mencela seseorang tanpa tahu alasan yang sebenarnya. Seseorang yang terkena kasus saja baru akan dibui ketika ada bukti yang kuat. Lalu, kenapa masih memvonis seseorang itu melakukan hal buruk ketika kita hanya memandangnya dari satu sisi?

Dan untuk kamu yang merasa kesepian, tengoklah sebentar sekelilingmu. Berbahagialah atas keceriaan mereka. Bersyukurlah atas semua hal yang dapat kamu gapai hingga sekarang ini. Aku yakin rasa sepi yang kamu rasakan akan sirna begitu saja sebab tawa adalah candu yang pandai merasuki diri siapapun itu tanpa diminta.


Starbucks Coffee, 
12 Februari 2016
03:18


- indikann -