Saturday, December 21, 2013

Caci Aku Lagi, Sampai Semuanya Mati!


Katamu kamu tak pernah bermain-main dengan cinta. Jika begitu mengapa kamu mencari selingan disaat aku sibuk menilik perasaan. Dimana iktikadmu, iktikad yang selalu membuat hatiku lebur. Semua kata-kata manismu aku cerna dengan penuh kasih sayang. Celakanya aku telah dimatikan oleh perasaan, hingga logikaku lumpuh secara temporer.

Iya, aku tahu. Aku adalah seorang wanita yang menginginkan bahu untuk menampung segala keluh kesahku. Dan aku sudah menjadikanmu sebagai tempat terbaikku. Tapi mengapa kamu menghancurkannya begitu saja. Kamu membiarkan bahumu dimiliki oleh orang baru yang dulu kamu acuhkan. Lalu kamu meninggalkanku sendiri dengan janji-janji basi. Sebegitu mirisnya menjadi pemeran bernama aku.

Kalau kamu memang pemberani, kamu tak akan menyudutkan seseorang dengan caci maki.

Perpisahan memang jalan terbaik untuk kita. Daripada hanya satu orang saja yang berjuang. Lebih baik aku menghalah. Mungkin pilihan barumu lebih tepat dari pada aku yang menjijikkan ini. Bisa jadi kamu malu menjadi pemilik hipokrisiku, sebab kamu belum halal bagiku. Iya, bisa jadi.

Setelah perpisahan terjadi, layaknya orang patah hati. Aku sudah putus asa mendapatkanmu lagi. Berbagai sinar yang aku luncurkan tak pernah berbalik ke arahku dengan sempurna. Tak ada yang mengetahui kemana sinar itu pergi. Mungkin sudah menembus rona afeksimu secara tidak sadar.

Kalaupun sinar itu berbalik ke arahku, yang aku terima ialah hantaman meteor bertubi-tubi. Rongga di hati semakin membabi buta. Mereka protes pada kehidupanku. Mereka memintaku untuk menyerang balik si pelempar batuan. Namun, aku tak bisa apa-apa. Cinta telah membuat lamunan sayuku buyar seketika. Hmm.. aku pikir ini bukan karena cinta. Toh, Tuhan tak pernah suka jika hambaNya saling bermusuhan.


No more, I still love you even though I know you've hurt me. At least I don't want to kill you. But I'm gonna kill my hate reason for you because you ever made my life fly.

Kita memang sudah di ujung tanduk. Ke kanan jatuh, ke kiri luluh. 

Mau bagaimana  lagi, kalau aku lanjutkan hubungan ini luruhan air mata seakan sudah menjadi hal biasa. Jika tidak kulanjutkan sama saja, air mata menjadi muaranya. Ku mohon, gunakan logikamu sekarang juga, dear!

Sudah sepantasnya aku menegaskan berpaling dari hubungan tanpa akad. Ini cara terbaik mengusir kegalauan hati. Daripada aku terus menahan tangis lebih baik aku mengakhirinya sampai di sini dengan segala resiko yang akan aku tanggung sendiri.

Aku ikhlas dengan semua ini. Dengan caci maki yang kau beri tanpa henti dan dengan tikaman yang membuat aku ketakutan. Aku tak akan membencimu sebab kamu pernah mebuat senyum di wajahku tersimpul setiap saat.


Nindya, Indika
2013

Thursday, December 19, 2013

Friksi dalam Hati


Kacau.

Diawali kata kacau. Sudah bisa menebak tulisan seperti apa yang akan aku publikasikan? Masalah hati dan emosi. 


Masih sama seperti kemarin; memendam, tak kunjung menyatakan. Sampai sakit merumah di dadaku. Sesak. 

Kamu tahu bagaimana rasanya saat melihatmu bisa tertawa bebas lepas dengan yang lain. Gelak tawa itu selalu terngiang, menusuk labirin dengan kejam. Memang aku tak paham kemana arah pembicaraan kalian. Namun, itu sudah cukup membuat ngilu melebam begitu dalam. Bisa bayangkan seberapa sakitnya, marahnya, kecewannya. Untungnya, semua perasaan negatif bisa diredam oleh cinta yang begitu besar. Sama seperti yang pernah Mbak Fasih katakan.

Kamu tahu bagaimana perihnya ketika kamu menyapa yang selain aku. Padahal aku lebih dahulu ada di hadapanmu. Terlebih jika kamu sama sekali tidak melirikku. Bukan hanya sekali dua kali. Tapi setiap kali bertemu. Sampai aku memalingkan wajah tatkala bertatap muka denganmu. Dalam hati aku ingin menggeretak. Menikammu balik hingga kamu paham perasaanku. Hingga kamu tahu seberapa pedihnya menahan pilu yang meraung dalam kalbu. Aku tak sanggup melakukannya. Segala tentangmu sudah membuatku tunduk.

Kamu tahu betapa takutnya aku kehilangan pengisi nurani. Sangat takut. Selama kita masih terus begini, perasaan khawatir selalu menyelimutiku hingga saat ini. Macam mana jika kamu ditarik mundur oleh masa silam. Atau malah diambil paksa keadaan. Tak pernah kubayangkan apabila kamu pergi entah kemana tanpa meninggalkan pesan, hanya kenangan yang bisa menceritakan. Aku tak habis pikir, bagaimana jika aku menangis meratapi kepergianmu. Mungkinkah?

Kamu paham dengan perasaanku sekarang, kacau. Lebih parah dari kerusuhan sengketa lahan. Hatiku tidak tenang. Selalu memikirkanmu, membayangkanmu. Tapi kamu juga tak kunjung mengerti. Tak kunjung menyatakan. Bukan kamu yang menyatakan, tapi aku. Aku dengan segala ketiadaan; lemah jika diminta menyatakan duluan. Tak kuketahui sampai kapan aku akan begini; terpenjara dalam perasaanku sendiri. Mungkin sampai ada yang menyadarkanku kalau wanita tidak salah bila memberitahu perasaan terlebih dahulu, ketimbang lelah menunggu tanpa kepastian. Kapan itu akan terjadi? Entahlah, mungkin sampai aku bernyali lebih.


Aku sudah muak pura-pura tidak suka. Muak dengan ini itu dan segala peraturan fiktif yang berlaku.

Bukankah mendiskripsikan kamu melalui tulisan bukan sebuah kesalahan? Hanya saja kamu belum sadar, untuk siapa tulisan ini aku tujukan. Siapa lagi kalau bukan kamu; laki-laki pembawa rindu juga pilu. Wanita macam apa aku ini, beraninya hanya melaluli perantara tulisan. Orang boleh bilang begitu, semau hati mereka saja. Aku tidak ambil pusing asal mereka tidak bertingkah lebih. Aku bisa saja mendatangi mereka lalu mengamuk di hadapan masa, tapi itu tak sesuai dengan norma. Aku lebih suka melakukannya secara bertahap. Sebab, jika bisa dilakukan secara damai kenapa tidak?

Tunggu, tadi aku bilang aku berani berhadapan langsung dengan orang yang mencaci kelemahanku. Mengapa aku tidak berani berhadapan dengan kamu, padahal kita sama-sama manusia biasa. Aneh. 

Aku sering berbohong pada diriku sendiri, meyakinkan hati bahwa kamu tak pernah kutempatkan dalam singgasana spesial di hatiku. Setelah kutengok lebih dalam, aku menemukan banyak kepingan perasaan. Sadis betul perilakuku, membohongi siapa saja yang bertannya tentang rasa. Aku tak ingin orang pada mengorek kehidupanku lebih dari yang aku inginkan. Aku suka jika semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Terlebih lagi, menumpahkan perasaan pada tulisan. Satu bait, dua bait hingga tersusun satu karangan penuh. 

Melalui tulisan, orang bilang aku mengukir misteri asmara. Asal tidak menyalahi aturan, tak ku ambil pusing. Lewat tulisan ini, aku harap kamu paham. Juga pada orang-orang yang mengataiku misterius dalam hal percintaan. Tak usah kusebut namanya. Suatu saat kalian akan tahu juga.


Kalau aku belum bernyali untuk bersuara, 
aku masih bisa menuliskannya dengan aksara
Nindya, Indika
20:01 ~ 191213

Monday, December 16, 2013

Sebelum Habis Waktu

Katanya, wanita dipandang lebih terhormat apabila tidak menyatakan duluan. Gengsi. Pernyataan ganjil itu berhasil mengelabuhi pola pikirku. Awalnya aku bingung harus bagaimana. Menyatakan duluan dengan risiko penolakan atau menunggu yang berujung pada kehilangan. Sama-sama menyisakan nyeri perasaan. Semisal terjadi penampikan, mau jadi apa aku. Nyaliku sudah habis dibabat perasaan malu. Bisa-bisa aku tidak berani melihatmu.

Jika aku tak kunjung menyatakan, aku khawatir orang lain berpeluang besar merasuki kalbumu. Memangnya kamu menyimpan perasaan yang sama, berani-beraninya aku berhipotesa seperti itu. Kamu saja susah terpancing kalau aku menyindir tentang isi hatimu. Bagaimana aku bisa tahu. Satu lagi, banyak wanita mengelilingimu. Hal semacam itu membuatku mengurungkan niat menambah porsi perasaan. Bukan karena aku ingin menghapus namamu dari daftar impianku, tapi karena aku tak ingin jatuh cinta lebih dalam saat menyaksikan kamu berjalan bersama orang yang berhasil menaklukkanmu.

Dengan atau tanpa perasaanku sekarang, aku ingin tahu tentang kisahmu. Masa lalumu, keadaanmu dan cita-citamu. Semuanya. Karena kamu lihai memmainkan perasaan. Kamu bukan laki-laki mata keranjang, kamu pandai pura-pura tidak jatuh cinta padahal sebenarnya iya. Selalu mengelak kalau ditanya "Kamu suka dia ya?". Teman dekatmu saja sampai tidak tahu kamu menyimpan rasa pada siapa. Hebat betul permainanmu.
Aku akan menjadi pendengarmu nomor satu. Akan kudengarkan semuanya dari awal kalimat hingga titik akhir. Tentang cerita cintamu yang tak kunjung lengkap. Lagi-lagi aku sok tahu tentang masalah hati. Bukankah dulu aku sudah pernah bilang, aku adalah wanita sok maha tahu. Segala sesuatu tentang kamu aku deskripsikan melalui mata dan cara bicara. Aku menemukannya, menemukan sekeping hati di sudut bibirmu.

Bolehkah aku mengambil sekeping hati pada sudut biraimu. Lalu aku rekatkan pada kisah harianku. Sebab aku tak ingin kehilangan impianku; kamu. Agar ceritaku bersamamu segera terlengkapi.

Pernahkah kamu mendengar; jangan sia-siakan orang yang menyayangimu. Karena tak semua orang melihatmu sama seperti orang yang menyayangimu. Aku tidak sedang merajuk minta dikasihani. Aku hanya mengingatkanmu saja. Jangan sampai kamu terlena dengan wanita disekelilingmu. Mereka bisa datang dan pergi sesuka hati. Tapi tidak dengan orang yang tulus menyayangimu, ia akan tetap mengiringi langkahmu.

Biarkan aku merenungi semuanya. Sebelum luka tergores pada lubuk hati paling dalam akibat melihatmu bergandengan dengan orang lain. Seharusnya aku yang menjadi makhluk Tuhan itu. Mengenggam jemarimu dengan erat agar aku tidak merasa sendirian, esok kalau kita sudah menjalin hubungan dengan akad. Sekedar impian saja. Entah akan terwujud kapan. Hanya do'a yang bisa kurapalkan dan usaha untuk terus memperhatikanmu dalam diam.

Ide buruk kalau aku diminta menyatakan duluan. Sebab otakku sudah dipenuhi kata-kata 'terhormat'. Bukan berarti menyatakan duluan itu tidak baik. Tapi aku sudah teracuni kata-kata yang entah darimana awal mulanya. Begitu mudahnya aku termakan apa kata orang. Bukankah ini menyangkut masalah kehidupan? Alasan klasik.

Setelah aku tahu, siapa yang berada di hatimu. Apa jadinya aku nanti. Kabar buruk jika ternyata kamu menyimpan rasa pada selain aku. Kabar buruk pula kalau kamu menyimpan rasa padaku. Kenapa? Karena aku akan dicerca sedemikian rupa. Bisa dibilang aku merebutmu dari penggila cintamu.


161213 ~ 16:31