Thursday, March 12, 2015

Egois


Dear, apapun itu yang menyangkut alibi, bisakah sekali saja tidak menuruti ego induvidualisme tinggi. Kekeras kepalaan tak akan memenangkan pertandingan. Malah menjatuhkan harga diri.

Belum ada jawaban pasti, sudah berbicara kesana-kemari membuat onar menggemparkan peradaban. Beruntunglah kalau jawabannya tepat. Kalau tidak, masihkah rupa yang tadinya berkobar, menyunggingkan senyuman?

Tidak baik mendahului jawaban. Boleh menduga-duga. Tapi, jangan sampai membuat gaduh; menomorsatukan pilihan sendiri tanpa memberi jeda orang lain yang setara untuk menyampaikan aspirasinya.

Terserah alibi apapun yang terucap, tetap itu tidak baik. Terkesan anti sosial dan hanya memenangkan satu jawaban yang lagi-lagi berasal dari diri sendiri.


Ditulis saat awal waktu ujian tertulis pendidikan kewarganegaraan.

10 Maret 2015
10:15

-indikann-

Untuk Aza


Aza, kemarin kau bertanya kapan aku akan kembali

Mengukir cerita bersama Aza lagi

Katamu kau rindu melodiku
Katamu kau rindu harmoniku

Aza, kau bilang kau bukan seorang komponis
Kau hanya bisa mengemis
Mengais-ais sisa kecupan yang membuatku histeris

Katamu kau tak lagi punya daya
Katamu kau sempat meneteskan air mata

Aza, boleh kau memintaku untuk pulang
Silahkan aku tak menendang

Katamu kita akan berpesta menikmati gotipua
Diiringi veena dari India


Untuk Aza.
Ditulis saat bosan melanda jam awal pengerjaan ujian tertulis seni budaya.

12 Maret 2015
10 :20

-indikann-

Saturday, March 7, 2015

Bercermin atau Berkaca?



Kau tadi berkata apa, berkaca? 

Bila aku berkaca, yang kulihat adalah pandangan lain yang bukan aku. Bayanganku hanya sepersekian dari keseluruhan. Terlihat samar.

Saat kaca kuletakkan di depan air keruh, maka keseluruhanku terlihat begitu legam. Hanya ada sekelebat raga yang berguncang sebab angin.

Sebaliknya, saat kuletakkan kaca di hadapana putri raja, mahkota berkilau, gaun sutra berlapis emas, paras cantik nan ayu, anggun terpigura beberapa jengkal di hadapanku. 

Ketika kau memintaku untuk berkaca berarti kau memintaku untuk melihat sekelilingku. Baik apabila aku menaruhnya pada suatu apik. Kelam bila aku meletakkannya di depan jahanam. 

Padahal dengan ketulusan kau memintaku untuk memperbaiki moralku yang sangat bobrok. Mungkin yang kau maksud adalah bercermin, bukan berkaca.


Saat aku bercermin, di hadapanku terpampang aku dengan segala ketidakmampuanku. Kekuranganku nyata terlihat oleh mata. Kalau kau berkenan, kau bisa membantuku membenahi yang kurang tepat dan meluruskan yang melenceng.

Juga kau boleh melihat cerminanmu bersamaku. Aku tidak akan berbicara meletup-letup seperti gelembung air. Aku akan bungkam bak manekinmu. Mainkan aku sepuasmu, sampai kau bisa tertawa lepas karena yang kurindu adalah tawamu. 

Mari, kita sama-sama mendekat pada cermin di hadapa kita. Lihat seberapa tak pantasnya kata-kata kotor mengerubungi jiwa suci. Lihat seberapa anggunnya kita dalam balutan ikatan kedamaian.


Di dalam ruangan pengap dengan udara dari nyala kipas yang tetap itu-itu saja
7 Maret 2015 ~ 20:41
-indikann-

Saturday, February 28, 2015

Almost Is Never Enough - Ariana Grande ft Nathan Sykes



I'd like to say we gave it a try
I'd like to blame it all on life
Maybe we just weren't right, 
but that's a lie, that's a lie

And we can deny it as much as we want
But in time our feelings will show
'Cause sooner or later 
We'll wonder why we gave up
The truth is everyone knows

Almost, almost is never enough
So close to being in love 
If I would have known that you wanted me
The way I wanted you
Then maybe we wouldn't be two worlds apart 
But right here in each others arms

Here we almost, we almost knew what love was
But almost is never enough
If I could change the world overnight 
There'd be no such thing as goodbye 
You'll be standing right where you were 
And we'd get the chance we deserve

Try to deny it as much as you want 
But in time our feelings will show
'Cause sooner or later 
We'll wonder why we gave up 
The truth is everyone knows

Almost, almost is never enough (is never enough, babe)  
We were so close to being in love (so close)
If I would have known that you wanted me the way I wanted you, babe 
Then maybe we wouldn't be two worlds apart 
But right here in each others arms

Here we almost, we almost knew what love was 
But almost is never enough

Friday, February 27, 2015

Tumis Sakotel



Tumis Sakotel (Sawi Brokoli Wortel)
4 porsi


Bahan-bahan     :
1 buah brokoli
2 buah wortel
1 buah sawi putih
5 buah bakso sapi atau sesuai selera
Minyak goreng (Secukupnya)
200 ml air
Bawang goreng

Bumbu :
5 siung bawang putih
5 siung bawang merah
1 buah bawang bombay
3 buah cabai merah tanpa biji
Garam (Secukupnya)
Gula (Secukupnya)
Kecap manis (Secukupnya)

Alat        :
Pisau
Telenan
Wajan
Serok
Mangkok saji

Cara membuat  :
  •  Potong brokoli, wortel dan sawi putih yang sudah dicuci bersih.
  •  Iris bakso tipis-tipis dengan bentuk lingkaran.
  • Iris tipis cabai merah tanpa biji, bawang merah, bawah putih dan bawang bombay.
  •  Panaskan minyak dengan api sedang kemudian tumis bawang merah, bawang putih, bawang bombay dan cabai merah sampai aromanya harum lalu tambahkan air.
  • Masukkan wortel dan brokoli yang telah ditopong. Tunggu hingga setengah matang.
  • Tambahkan sawi putih  dan bakso yang telah dipotong-potong.
  • Taburi garam dan gula secukupnya (Sesuai selera).
  • Tuang kecap secukupnya apabila sawi sudah mulai layu.
  • Tunggu sampai matang.
  • Angkat dan sajikan dalam piring saji. Kemudian taburi dengan bawang goreng.

Dibuat pada tanggal 26 Februari 2015 pukul 07:00-08:20
 -Indika kecil dan kawan hebatnya-

Thursday, January 22, 2015

Jejak Liburan




Liburan yang kuharap cerah ternyata dipenuhi luka-luka lama yang menaikkan tekanan darah.  Ini kali kedua hatiku terluka di malam pergantian tahun.  Lagi-lagi menghancurkan mimpi-mimpiku. Tinggallah titik pada dua ribu empat belas terkasih. 

                                                                         ***

Sekalipun belum pernah terbesit di otakku untuk menjumpai terbitnya sang mentari. Ya, aku memang lebih suka bersembunyi di dalam selimut, mengurangi gigil dingin udara pagi. Begitu keseharianku setelah kembali sendiri. Bukannya mati rasa, hanya ada perbedaan yang membuatku tak peduli lagi dengan ponselku. Bahkan seharian kehabisan baterai pun aku tetap acuh, masa bodoh. 

Bagiku duduk di lantai atas bersama secangkir coklat panas sembari menyaksikan semburat jingga sebelum langit berubah warna menjadi gelap ialah hal paling menyenangkan. Pemahamanku kebanyakan datang saat kesendirianku melebur dalam bayang mentari tenggelam dan kuakhiri pengamatanku saat bintang mulai bermunculan.  

Aku selalu menunggu sore hari tiba. Menunggu pesan darimu lalu membicarakan ini itu sampai kau tinggal pergi kemanapun. Aku masih setia, meski dalam kebimbangan mendalam. I love you for a reason, no reason.









Di bawah cakwawala, di atas pasir putih, memandang batas mata. Aku berjalan menyusuri pinggir pantai. Sesekali melamuni janji tempo hari yang terlanjur kadaluwarsa. Senja masih terus menggeliat sampai matahari benar-benar menampakkan diri.
Dan
………………….
……………
……..
Aku menginginkannya duduk di sampingku memandang keelokan ciptaan Sang Maha Kuasa. Perkataan manisnya berputar-putar di otakku. Senyumannya terbayang jelas satu senti di hadapanku. Perkiraan kawanku melenceng jauh, raut wajahnya menusuk dadaku hingga sesak. Sial, aku gagal melupakan.

When I say I'm going to forget you I know it's impossible to forget someone I once knew. What I want is to erase you from my thoughts and purge you from my memories. I'm saying it's what I wish for, not what is or could ever be.

                                                                            ***
Dua minggu yang begitu tercela. Penuh tusukan dimana-mana. Menghabiskan puluhan lembar buku catatan. Menjejakkan kalimat tak pantas. Mengutuk keberanian. Meruntuhkan nyali. Mengisyaratkan pembalasan. Menghabiskan waktu. Mengejutkan hati. Penuh jebakan dari siapapun, termasuk orang terdekatmu sendiri. Serasa ingin berpaling saja.


19 Januari 2015
22:56

-indikann-