Sunday, April 3, 2016

Tuan Mahal Kabar #2


"Aku sudah mendapat kabar. Kasihan sekali kamu, tidak dipentingkan" - Jumat, 11:35
"Kemarin dia ...." - Sabtu, 18:35
"Lupakanlah, dia di sana sudah ..." - Rabu, 09:50

Terlalu banyak kata yang menoreh luka, tak bisa kusebut satu persatu abjadnya. Awalnya kuacuhkan, namun telingaku memanas seiring waktu membawaku ke jurang lebih dalam. Kalimat itu menjadi makanan sehari-hariku, dibarengi air yang menetes dari pelupuk mata. Pas sekali perpaduannya, pahit bercampur perih.

Sialnya lagi, rindu yang lugu itu dengan polosnya masuk tanpa mengetuk. Membuat malamku menjadi suntuk bukan karena suara nyamuk, namun sebab hatiku sedang berkecamuk. Kedatangpergianmu bagaikan ujung tanduk yang sedikit saja mengenai perasaanku sudah bisa membuanya remuk.

Kau, apa pernah memikirkan perasaanku saat hari-hari menyerangku untuk mundur?

Kau tahu bagaimana rasanya? Acap kali kau menganggap sepele keluhanku. Rengekanku masuk lewat telinga kananmu lalu keluar melalui telinga kirimu; tak pernah kau pedulikan. Oh, bukan begitu. Ini semua salahku. Salah bila aku menceritakan ketakutanku padamu. Salah bila aku ingin kau meyakinkanku bahwa kau tidak seperti yang mereka katakan.

Kau, apakah masih mau menemani anak kecil yang satu ini ?

Mungkin perkataanmu tempo hari memang betul, aku hanyalah seorang anak kecil. Ya, anak kecil yang banyak maunya. Maaf untuk semua kekanak-kanakanku. Maaf bila membuatmu ingin segera pergi. Memang pantas anak kecil ini ditinggalkan, sebab Ia sangat menyusahkan.


Tinggal menghitung hari, sebentar lagi kau pasti akan pergi...


- indikann -
19 Agustus 2015