Berhentilah bergumam perkara perasaanku. Aku masih menyetia pada satu nama yang membuatku urung beranjak pergi. Rasa yang mendiami hatiku kubiarkan bebas menyeru namamu. Jangan tanya sampai kapan aku akan terus begini, aku tak pernah dan tak bisa memaksakan diri untuk melupa. Meski berkali-kali kaudatang lalu pergi sesuka hati, aku masih berada di tempat yang sama sampai perasaan tak lagi bermukim pada nurani.
Tuesday, November 18, 2014
Sunday, November 16, 2014
Baru
Aku tak menyangka bisa berada di sini. Sebab sejak awal aku tak
pernah menuliskannya dalam kotak impianku, kecuali saat masa kanak-kanak aku
pernah berjanji pada seorang kawanku untuk menimba ilmu di sekolah yang sama;
tempatku saat ini. Aku tak menyesali pilihanku, Tuhan memberi yang terbaik untukku. Kalau bukan di sini,
mungkin tak akan siswa siswi berdiri mendengar lagu Indonesia Raya setelah
tadarus pagi.
Saturday, November 15, 2014
Menunggu
Pergilah sesukamu sampai jemu bersemayam dalam pikirmu. Berlarilah sejauh mungkin sampai kaudapat apa yang kauingin. Berkelanalah semaumu sampai kautemui hal-hal baru. Berceritalah kepadaku tentang semesta kecil yang kaujumpai sepanjang jalanmu.
Sebuah Pilihan
Hidup dan pilihan sudah menjadi
satu kesatuan yang tak terpisahkan. Selama roda kehidupan masih berjalan, kita
akan selalu disuguhi berbagai keputusan. Entah itu sesuai dengan kemauan atau
hanya keputusan sepihak yang menyisakan kelabu di hari biru.
Sunday, October 19, 2014
Jatuh Tempo
Kita sedekat ini, sungguh? Aku masih tak percaya.
Dunia terlalu mungil bagi
pertemuan yang tak terdamba. Segala sesuatunya berlangsung di luar rencana.
Kejutan Tuhan selalu mengagetkan dan beralasan.
Ketakutanku atas hubungan tak
bernama masih menyelimuti perasaan di hati yang juga tanda tanya. Keyakinan
yang kubuat sendiri perlahan luntur menggempur kekokohan sebuah prinsip.
Pembelaan demi pembelaan kuperjuangkan untuk mencari dukungan. Namun, sia-sia.
Sorot mata tak bisa menyangkal tiap debar jantung yang berdetak tak beraturan.
Mungkin aku tidak termasuk dalam
daftar nama anak manusia yang jago menyembunyikan perasaannya. Cari saja kalau
sempat. Kalau kamu mau dengan sabar mencari siapa sebenarnya penulis prosa yang
tak kunjung memahami perasaan yang tumbuh di kalbunya.
Boleh jadi segala yang kurasa tak
sepenuhnya kaurasa. Tentang satu nama yang sejak beberapa saat lalu mengganti
kata ‘Dia’ dalam perbincanganku dengan Tuhan. Kau boleh tak percaya sebab aku
juga sama. Awalnya kukira artian kita hanya sebatas aku dan kamu. Lama-lama
mulai terbiasa dengan perbedaan yang membuat kita dipertanyakan, juga
kebersamaan yang membuatku tak betah pergi terlalu jauh.
Sebuah prinsip yang kusematkan,
dengan mudahnya kuhancurkan dengan sikapku sendiri. Ini bukan soal jatuh cinta
dan semacamnya. Keresahanku jatuh pada sebuah titik yang membuatku takut untuk
bangkit. Betapa tak berdayanya aku di bawah payung resolusi yang kubuat
sendiri.
Tuhan,
sebenarnya akau yang Engkau inginkan? Ingin mengetahui seberapa besar
keinginanku untuk bertahan atau memang sengaja menyuguhiku hati untuk berlabuh?
20:25
18 Oktober 2014
-indikann-
Tuesday, September 16, 2014
Pada Akhirnya
Nikmati alunan musik yang didendangkan
Hanyut dalam kebersamaan tak bertujuan
Sekejap lupakan masa lalu
Menutup rapat hati yang pilu
Tertawa ria bersama
Bersuka ria gembira
Menopang beban tak bermasa
Menjinjing luka dengan tangan yang sama
Bersiap diri seakan ingin berlari
Berbaris lima langkah di tanah suci
Berpindah beberapa jengkal dari tempat berdiri
Menopang dagu memikirkan diri sendiri
Melupa segala pahit yang ada
Berbicara pada cermin tanpa kaca
Melompat tinggi ke angkasa
Bertemu bidadari-bidadari surga
Pada akhirnya semua akan kembali ke tempat semula.
22:25 ~ 16/09/14
-indikann-
Sunday, September 7, 2014
Ingkar Janji
Aku yang salah, aku terlalu percaya
pada semua perkataanmu. Aku yang kalah,
aku terlalu lelah bila harus menyusunnya dari awal lagi. Aku yang susah, aku
terlalu sibuk merenda mimpi-mimpi kita bersama. Aku yang lemah, aku tak bisa
mempertahankanmu. Aku yang menyerah, aku tak bisa lagi melukiskan indahnya
jingga pelangi. Aku yang pecah, aku sudah hancur. Lebur.
Mas, perempuanmu sudah kau buat berantakan tak karuan.
Bintang masa lalumu tak betah berlama-lama berada dalam ruangan penuh
karbondioksida.Pengap. Mematikan.
Perempuanmu ini bagaikan anak kecil idiot yang selalu
berkata iya pada semua permintaanmu. Dan kamu, kamu sebagai penyembuh luka masa
laluku mengingkari kalimatmu sendiri. Mungkin kamu sudah tak pantas aku panggil
dengan sebutan ‘Mas’. Memang iya, dari awal tak pernah ada bukti yang
menunjukkan keserasian itu, kecuali hormatku pada lelaki yang mereka sebut
junior.
Sampai di sini aku sudah sekarat. Jangan semakin bebani aku
dengan permintaan maaf yang terucap berkali-kali. Semua itu membuatku jatuh
pada luka yang sama. Jangan lagi mengucap jika hanya kau telan sendiri. Jangan pernah kaubuatku tak percaya lagi pada suatu bernama janji.
7 September 2014
22:14
-indikann-
Subscribe to:
Posts (Atom)