Matahari pertama di bulan baru, menimbulkan reaksi pada kehidupan yang juga baru. Membakar mawar di hamparan lebar penuh sekar. Bulan yang selalu kunanti kini dipenuhi rasa benci. Tak sudi lagi kuhirup hembusan angin di bulan agustus bersamamu.
Harusnya sekarang aku bersukacita menyambut hari istimewa yang selalu membuatku tertawa sebab kejutan darimu. Lain dengan kali ini, hatiku tak lagi kaumiliki. Hatimu masih menggantung pada labirin hatiku.
Aku ingin marah. Tapi susah. Sudah berakhir masih saja berharap.
Hatiku hancur lebur. Tak tahan menatap nanar matamu. Merenungimu membuatku tidak waras.
Aku ingin bertemu, tapi hati tak mampu. Rasa sakit masih merumah didadaku.
Dan kamu masih mengunci rapat-rapat sebab kepergianmu dariku.
Dan aku tak tahan dengan pertanyaan yang hanya bisa kujawab sendirian. Membuat bayang-bayang di balik kebimbangan. Semakin banyak tanda tanya tak terjawab.
Dan aku mulai bosan. Tapi hatiku tidak.
Rindu masih menggeliat menggelitik logika. Memaksa agar tetap setia pada mimpi-mimpi yang kita tulis bersama.
Kode etik makhluk Tuhan mencengkram perasaan. Memaksa agar segera beranjak dari hati yang terluka.
Hatiku robek.
Logikaku lumpuh temporer.
Kemarahanku memuncak.
Kesetiaanku menyentak.
Janjimu berguguran.
Mimpi-mimpi kita berceceran.
Aku tanpamu. Agustus tak berjalan mulus. Hidupku nampak lebih halus. Hatiku butuh waktu khusus.
9 Agustus 2014 ~ 00:53
-indikann-
No comments:
Post a Comment