Sunday, May 11, 2014

Meiku Sendiri Lagi



18:15 PM

Senjaku kali ini terasa begitu getir. Sama seperti senja sebelum jingga berubah warna yang kulewati bersama isakan tangis berhari-hari. Sampai ruangan tempatku merebahkan badan dibanjiri linangan air mata sungkan. Aku tak peduli. 

Termenung daku dalam hanyutan perasaan pasrah penuh penyesalan. Sumpah, tak akan kusentuh lagi abjad-abjad yang membuatku patah hati. Juga kamu yang membuat nyaliku menciut pada detik dimana Mei pagi ditinggal pergi. Lagi-lagi kesetiaanku diuji.

­­Demi apapun yang membuatmu yakin sepenuhnya, aku tak pernah membalas setiap kali ada yang mencoba memasuki celah hati yang semakin hari semakin merenggang. Kutolak mentah-mentah perjuangan mereka. Sebab, rasa cintaku sudah terkunci oleh mentari. Sayangnya masih ada bima sakti yang berkasta lebih tinggi. Tak heran bila mentariku luluh lantah di hadapannya.


Aku ingin memakimu, tapi Meiku menolaknya.

Ingin aku berbicara denganmu, lebih tepatnya meneriaki namamu di hadapanmu langsung agar kamu paham seberapa rumitnya perasaan dihatiku kala bersamamu. Jujur, aku bukan perempuan yang mudah melupakan namun orang bilang perasaanku tak berfungsi normal seperti kebanyakan. Bisa dibayangkan ketika orang dengan logika maut sukar sekali meniadakan sesuatu yang berada dalam pikirannya.

Bibirku terancam bisu saat namamu disebut. Penat rasanya ketika nama indah pemberian orang tuamu terus menerus menghakimiku. Sudah kututup kedua gendang telingaku dengan lantunan ayat syahdu. Sejenak kutulikan indra pendengaranku dari kata-kata bejatmu. Hasilnya nihil, aku masih bisa merasakan detang jantungmu pada setiap denyutan nadiku walaupun sudah berkali-kali kau membuat aliran darahku rendet. Mampet.


Masih ada hati pada Mei yang ditinggal pergi.

Tanpa basa-basi sana-sini lewat hati yang paling diuji akan kukatakan kalau masih ada secuil sisa mentari dibalik punggung purnama yang sebentar lagi akan datang menghampiri. Sebelum sebercak jingga tak lagi menyisakan warna di langit khatulistiwa.

Ini bukan soal rujuk kembali, ini tentang hati yang masih menyisakan rasa setelah dipaksa melupa. Barangkali juga setelah disa(menya)kiti aku merasa semakin sunyi. 



I haven’t moved from the spot. Yes, you.

-indikann-

No comments:

Post a Comment