Berhentilah bergumam perkara perasaanku. Aku masih menyetia pada satu nama yang membuatku urung beranjak pergi. Rasa yang mendiami hatiku kubiarkan bebas menyeru namamu. Jangan tanya sampai kapan aku akan terus begini, aku tak pernah dan tak bisa memaksakan diri untuk melupa. Meski berkali-kali kaudatang lalu pergi sesuka hati, aku masih berada di tempat yang sama sampai perasaan tak lagi bermukim pada nurani.
Aku memang suka bercanda, sama seperti saat mengataimu ini itu. Itulah aku yang ingin berperilaku apa adanya dihadapanmu supaya kautahu siapa aku tanpa kepura-puraan. Tapi, perasaanku terhadapmu tak sebercanda itu. Perempuan bernama aku tak rela bila bermain-main dengan rasa. Hati bukan bahan lelucon. Ia diciptakan untuk menggenapi setengah kehidupan.
Barangkali masih ragu, bicaralah kepadaku. Bertanyalah yang menjadi beban pikiranmu. Akan kujawab sesuai kemampuanku. Sebab aku bukan perempuan yang mahir berucap kata, kalimatku lugas terucap dengan jelas.
Peranku terkadang melelahkan. Menunggumu sampai kesabaranku minta diisi ulang. Mungkin orang bilang aku bodoh, mau-maunya menanti yang entah hatinya (sekarang) untuk siapa. Orang-orang itu hanya melihatku dari satu sisi, mereka belum kuceritakan tentang perjuanganmu di awal waktu untuk mendapat simpati dariku.
Sesekali aku mengeluh, mempertanyakan hubungan kita yang tak beraturan. Lagi-lagi menyoal kedatang-pergiaanmu yang selalu tiba-tiba entah sebab apa. Rumit bila kuceritakan dengan kata.
"Aku tak akan sengaja pergi agar kaucari. Aku tak akan sengaja menghindar agar kaukejar." --- Nindya, Indika
23:35
18 November 2014
-indikann-
No comments:
Post a Comment